Oleh: Pemuda Sukses | Oktober 13, 2011

Kepuasan Kerja dalam Organisasi

HAKIKAT KEPUASAN KERJA

Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaanya. Kepuasan kerja merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya yang didasarkan atas aspek-aspek pekerjaannya bermacam-macam. Terdapat ratusan karakteristik pekerjaan yang dipertimbangkan seorang pekerja, namun sekelompok karakteristik pekerjaan cenderung secara bersama-sama dievaluasi dengan cara yang sama. Sekelompok karakteristik tersebut, yang pada umumnya ditemukan dalam analisis statistik dari beberapa daftar pertanyaan sikap, meliputi: gaji/upah, kondisi kerja, pengawasan, teman kerja, isi pekerjaan, jaminan kerja, serta kesempatan promosi. Sesungguhnya, seorang pekerja beranggapan memiliki sebagian sikap terhadap setiap aspek pekerjaan tersebut disamping gabungan sikap terhadapnya sebagai keseluruhan.

Kepuasan kerja umumnya mengacu pada sikap seorang pegawai. Kepuasan kerja juga memiliki banyak dimensi. Ia dapat mewakili sikap secara menyeluruh, atau mengacu pada bagian pekerjaan seseorang. Sebagai sekumpulan perasaan, kepuasan kerja bersifat dinamik. Para manajer tidak dapat menciptakan kondisi yang dapat menimbulkan kepuasan kerja sekarang dan kemudian mengabaikannya selama beberapa tahun. Kepuasan kerja dapat menurun secepat timbulnya, sehingga mengharuskan para manajer untuk memperhatikannya setiap saat. Kepuasan kerja adalah bagian kepuasan hidup. Sifat lingkungan seseorang di luar pekerjaan mempengaruhi perasaan di dalam pekerjaan. Demikian juga halnya, karena pekerjaan merupakan bagian penting kehidupan, kepuasan kerja mempengaruhi kepuasan hidup seseorang.

 

TEORI KETIDAKSESUAIAN

Menurut Locke (1969), kepuasan atau ketidakpuasan dengan sejumlah aspek pekerjaan tergantung pada selisih (discrepancy) antara apa yang telah dianggap telah didapatkan dengan apa yang diinginkan. Jumlah yang “didinginkan” dari karakteristik pekerjaan didefinisikan sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Variasi model lain ketidaksesuaian tentang kepuasan kerja yang telah dikemukakan, misalnya Porter (1961) mendefinisikan kepuasan sebagai selisih dari banyaknya sesuatu yang “seharusnya ada”. Konsepsi ini pada dasarnya sama dengan model Locke, tetapi “apa yang seharusnya ada” menurut Locke berarti penekanan yang lebih banyak terhadap pertimbangan-pertimbangan yang adil dan kekurangan atau kebutuhan-kebutuhan karena diterminan dari banyaknya faktor pekerjaan yang lebih disukai. Studi Wanous dan Lawler (1972) menemukan bahwa para pekerja memberikan tanggapan yang berbeda-beda menurut bagaimana kekurangan/selisih itu didefinisikan. Keduanya menyimpulkan bahwa orang memiliki lebih dari satu jenis perasaan terhadap pekerjaannya, dan tidak ada “cara terbaik” yang tersedia untuk mengukur kepuasan kerja.

 

TEORI KEADILAN (EQUITY THEORY)

Teori keadilan memerinci kondisi-kondisi yang mendasari seorang pekerja akan menganggap fair dan masuk akal insentif dan keuntungan dalam pekerjaannya. Teori tersebut telah dikembangkan oleh Adam (1963) dan teori ini merupakan variasi dari teori proses perbandingan sosial. Komponen utama dari teori ini adalah “input”, “hasil”, “orang bandingan”, dan “keadilan dan ketidakadilan”. Menurut teori ini, seseoarang menilai fair hasilnya dengan membandingkan hasilnya : rasio inputnya : rasio input dari seorang/sejumlah orang bandingan. Orang bandingan mungkin saja ari orang-orang dalam organisasi ataupun organisasi lain dan bahkan dengan dirinya sendiri dengan pekerjaan/pekerjaan terdahulunya. Teori ini tidak memerinci bagaimana seseorang memilih orang bandingan atau berapa banyak orang bandingan yang akan digunakan.

Tanggapan Terhadap Ketidakadilan

Ketidakadilan adalah satu sumber ketidakpuasan kerja dan ketidakadilan menyertai keadaan tidaak berimbang yang menjadi motif tindakan bagi seseorang untuk menegakkan keadilan. Reaksi emosional terhadap kompensasi lebih mungkin menjadi sebuah perasaan salah, sedangkan dengan kompensasi-kompensasi kurang mungkin menjadikan perasaan marah dan dendam pada organisasi atau pimpinannya. Terdapat banyak macam aneka cara dimana seorang pekerja berusaha menegakkan keadilan.

  1. Meningkatkan atau mengurangi input-input pribadi, khususnya usaha.
  2. Membujuk orang bandingan untuk meningkatkan atau mengurangi input-input pribadinya.
  3. Membujuk organisasi untuk mengubah hasil perseorangan pekerja atau hasil orang bandingan.
  4. Pengabdian psikologis terhadap input-input atau hasil-hasil pribadinya.
  5. Pengesampingan psikologis terhadap input-input atau hasil-hasil orang bandingan.
  6. Memilih orang bandingan yang lain.
  7. Meninggalkan organisasi.

 

TEORI DUA FAKTOR

Teori dua faktor sikap kerja menyatakan bahwa kepuasan kerja secara kualitatif berbeda dengan ketidakpuasan kerja (Herzberg, 1966; Herzberg Mausner and Snyderman, 1959). Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang stu dinamakan “disatisfiers” atau “hygiene factors” dan yang lain dinamakan “satisfiers” atau motivators hygiene”. Hygiene factors meliputi hal-hal seperti: gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, dan status. Jumlah tertentu dari hygiene factors diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar seseorang seperti: kebutuhan keamanan dan berkelompok. Jika kebutuhan-kebutuhan ini tidak terpenuhi, seseorang akan tidak puas. Seseorang hanya terpuaskan jika terdapat jumlah yang memadai untuk faktor-faktor pekerjaan yang dinamakan satisfiers. Satisfiers adalah karakteristik pekerjaan yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan urutan lebih tinggi seseorang serta perkembangan psikologisnya, mencakup pekerjaan yang menarik penuh tantangan, kesempatan untuk berprestasi, penghargaan dan promosi. Jumlah satisfiers yang tidak mencukupi akan merintangi para pekerja mendapatkan kepuasan positif yang menyertai pertumbuuhan psikologis. Teori dua faktor sangat berbeda dengan teori-teori sikap kerja konvensional yang menggambarkan kepuasan dan ketidakpuasan sebagai dua titik yang berlawanan dari suatu kontinum dengan satu titik netral (baik untuk kepuasan maupun ketidakpuasan) pada pusatnya. Dalam teori dua faktor, terdapat dua kontinum yang berbeda, yang satu untuk kepuasan dan yang lain untuk ketidakpuasan.

 

PENGUKURAN SIKAP KERJA

Sikap kerja dapat diukur dengan banyak cara. Informasi tentang sikap kerja dapat diperoleh dengan carakhusus maupun reguler. Tipe-tipe pertanyaan yang dipergunakan untuk mendapatkan sikap para pekerja juga bervariasi. Dengan “pernyataan terbuka”, para pekerja diminta menguraikan perasaan-peraaannya terhadap berbagai aspek pekerjaannya dengan kata-katanya sendiri. Dengan “pertanyaan jawaban tertentu”, para pekerja diminta memilih satu diantara jawaban-jawaban yang telah disediakan untuk pertanyaan-pertanyaan tertentu. Satu jenis dari pertanyaan jawaban tertentu didasarkan pada asumsi bahwa kepuasan dan kekecewaan (ketidakpuasan) merupakan bagian dari satu kontinum sikap dua kutup. Tipe item ini digunakan dalam Mennetosa Satisfaction Questionnsire atau MSQ (Weiss, Dawis, England and Lofqiust, 1967). Skala kepuasan kerja lain yang menggunakan item jawaban tertentukan adalah Job Discriptive Index atau JDI (Smith, Kendalland Hullin, 1969). JDI membedakan skala untuk kepuasan dengan upah, promosi, pengawasan, kerja dan orang. Seperti halnya MSQ, JDI telah digunakan dengan banyak variasi sampel pekerja menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan serta tipe kelompok.

 

DETERMINAN-DETERMINAN SIKAP KERJA

Bukti-bukti riset menyarankan bahwa cara terbaik untuk menjelaskan bagaimana sikap kerja ditentukan adalah dengan cara “model interaksi”. Yaitu kepuasan kerja seseorang ditentukan bersama-sama atas dasar karakteristik situasi kerja dan karakteristik pekerja. Dari ketiga teori yang sudah dijelaskan tersebut, satu yang paling sesuai dengan model interaksi adalah teori Discrepancy. Persepsi seseorang tentang “apa yang seharusnya ada” dalam suatu pekerjaan akan ditentukan oleh karakteristik pekerja dan variabel situasi, sedang persepsi tentang “apa yang ada sekarang” dalam suatu pekerjaan akan banak ditentukan oleh kondisi kerja aktual. Tiga aspek situasi pekerjaan yang mempengaruhi persepsi “yang seharusnya” adalah perbandingan sosial dengan pekerja-pekerja lainnya, karakteristik pekerjaan sebelumya, serta kelompok-kelompok acuan.

Kelompok-kelompok acuan (reference groups) adalah pengaruh situasi ketiga terhadap persepsi pekerja terhadap “apa yang seharusnya ada”. Kelompok acuan adalahkelompok dimana seseorang mencari petunjuk dalam menafsirkan dan mengevaluasi pengalaman dirinya. Harapan-harapan dan aspirasi sseseorang terhadap suatu pekerjaan akan dipengaruhi oleh konsepsi kelompok acuan tentang jenis pekerjaan apa serta kondisi bagaimana yang sessuai dengan dirinya (Korman, 1971).

Kepuasan dengan Kerja

Studi-studi tentang pentingnya perbedaan karakteristik pekerjaan menemukan secara konsisten bahwa sifat pekerjaan itu sendiri adalah determinan utama dari kepuasan kerja. Berikut lima dimensi inti yang dikenal dengan:

  1. Ragam Keterampilan (Skill Variety)

Adalah tingkat dimana suatu pekerjaan menuntut berbagai jenis aktivitas dalam menyelesaikan pekerjaannya, yang mencakup penggunaan banyak jenis keterampilan dan bakat-bakat pekerja.

  1. Identitas Pekerjaan (Task Identity)

Adalah tingkat dimana pekerjaan tersebut menuntut kelengkapan dalam “suatu kesatuan” dan setiap bagian pekerjaan dapat diidentifisir. Yaitu mengerjakan suatu pkerjaan mulai dari permulaan hingga berakhir dengan hasil yang nyata.

  1. Kepentingan Pekerjaan (Task Significance)

Adalah timgkat dimana suatu pekerjaan memilki dampak penting bagi kehidupan atau pekerjaan orang lain apakah dalam lingkungan organisasi maupun lingkungan luar.

  1. Otonomi (Autonomi)

Adlah tingkat dimana suatu pekerjaan memberikan kebebasan, kemandirian serta keleluasaan substansil bagi pekerja dalam menjadwalkan pekerjaannya dan dalam menentukan prosedur yang digunakan dalam menyelesaikan pekerjaan.

  1. Umpan balik pekerjaan itu sendiri (Feedback From The Job Itself)

Adalah tingkat dimana dalam menyelesaikan aktivitas-aktivitas kerja yang dituntut oleh suatu pekerjaan memberikan konsekuensi pada pekerja mendapatkan informasi langsung dan jelas tentang efektivitas pelaksanaan kerjanya.

Kepuasan dengan Kompensasi

Beberapa studi telah menemukan bahwa upah merupakan karateristik pekerjaan yang menjadi penyebab paling mungkin terhadap ketidakpuasan kerja. Yang menjadi penyebab utama ketidakpuasan adalah ketidakadilan. Seperti yang telah dijelaskan dalam topikteori keadilan, para pekerja menilai upahnya dengan membuat perbandingan-perbandingan sosial. Upah yang diberikan untuk para pekerja dalam posisi yang sama merupakan satu penyebab terhadap keyakinan seseorang tentang seberapa besar gaji yang harus diterima. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan profesional pekerja semakin tinggi ia melakukan perbandingan sosial dengan orang-orang yang profesinya sama di luar organisasi (Goodman, 1074). Semakin tinggi seseorang dalam hirarki kekuasaan serta semakin tinggi tanggung jawab, pendidikan, keterampilan, dan senioritas yang dimiliki seseorang, maka semakin banyak upah yang ia harapkan diterima.

Para manajer serta kategori-kategori pekerjaan non pengawas tertentu seperti para penjual, biasanya lebih menyukai upahnya mencerminkan seberapa jauh mereka melaksanakan pekerjaaannya dengan baik (Lawler, 1971). Jika upah tidak didasarkan atas pelaksanaan kerja, pekerja yang sangat rajin bekerja akan tidak puas dengan pendapatan yang sama atau lebih rendah dari pekerja yang malas. Namun demikian, suatu program insentif yang memberikan ganjaran dengan upah yang lebih tinggi terhadap pelaksanaan kerja yang tinggi tidak pasti dapat memberikan kepuasan. Semakin pekerja tergantung pada gaji atau upahnya untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidupnya, maka kepuasan terhadap upahnya akan banyak dipengaruhi oleh biaya hidupnya.

Kepuasan dengan Pengawasan

Perilaku pengawas terdekat merupakan determinan penting lain dari kepuasan kerja pekerja. Namun tanggapan pekerja terhadap pengawasannya biasanya akan tergantung pada karakteristik pengawasnya. Para pekerja lebih puas dengan pemimpin yang bijaksana dan tutwuri handayani dibanding dengan pemimpin yang selalu bebeda atau bermusuhan dengan bawahannya. Pengaruh-pengaruh dari perilaku pengawas yang berorientasi pada pekerjaan terhadap kepuasan kerja kurang dapat diramalkan. Dalam situasi pekerjaan dimana bawahan melakukan peran-peran yang sangat kabur atau membingungkan, para bawahan akan lebih menyukai seorang pemimpin yang memperjelas ketentuen-ketentuen perannya. Maksudnya, jika bawahan tidak mampu mencari kejelasan/perannya dalam melaksanakan kerjanya bawahan akan cenderung menyukai seorang pemimpin yang memberikan petunjuk dan ketentuan-ketentuan yang memadai. Dipihak lain, peran kerja ditentukan dengan jelas dan paara bawahannya sangat cakap melaksanakan pekerjaannya tanpa terlalu sering diberikan petunjuk dan perintah-perintah, maka seorang pemimpin yang tidak mengawasi dengan ketat lebih disukai (House, 1971; House and Mitchell, 1974).

 

PENTINGNYA KEPUASAN KERJA

Kepuasan kerja dan prestasi,

Sebagian manajer berasumsi bahwa kepuasan yang tinggi selamanya akan menimbulkan prestasi yang tinggi, tetapi asumsi ini tidak benar. Karyawan yang puas boleh jadi adalah karyawan yang berproduksi tinggi, sedang, atau rendah, dan mereka akan cenderung meneruskan tingkat prestasi yang menimbulkan kepuasan bagi mereka. Hubungan kepuasan-prestasi lebih rumit ketimbang pernyataan sederhana bahwa “kepuasan menimbulkan prestasi”. Prestasi yang lebih baik secara khas menimbulkan imbalan ekonomi, sosiologis dan psikologis yang lebih tinggi. Apabila imbalan itu dipandang pantas dan adil, maka timbul kepuasan yang lebih besar karrena pegawai merasa bahwa mereka menerima imbalan yang sesuai dengan prestasinya. Sebaliknya, apabila imbalan dipandang tidak sesuai dengan tingkat prestasinya, cenderung timbul ketidakpuasan. Dalam hal apapun, tingkat kepuasan seseorang dapat menimbulkan keikatan lebih besar atau dapat pula menimbulkan keikatan lebih kecil yang kemudian mempengaruhi upaya dan akhirnya prestasi. Akibatnya adalah terdapatnya garis hubungan yang terus-menerus antara prestasi-kepuasan upaya.

Pergantian pegawai (Turnover),

Kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai, yaitu prorporsi pegawai yang meninggalkan organisasi. Para pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama beryahan dengan majikan mereka. Beberapa telaah penelitian telah berusaha mengidentifikasi berbagai faktor yang turut menyumbang timbulnya tingkat pergantian pegawai yang tinggi. Pergantian pegawai cukup merugikan, terutama apabila tingkat pergantian itu dalam beberapa bidang industri seperti elektronika mencapai 35% setiap tahun.

Kemangkiran,(absences)

Kepuasan kerja mungkin tidak sangat mempengaruhi kemangkiran sepreti halnya dengan pergantian, karena sebagian kemangkiran adalah sahih (valid). Pegawai yang tidak puas tidak harus merencanakan untuk mangkir, tetapi mereka merasa lebih mudah bereaksi terhadap kesempatan untuk melakukan itu. Semua kemangkiran yang tidak sahih itu dapat dikurangi dengan menyediakan berbagai insentif yang mendorong pegawai masuk kerja.

Pencurian,

Meskipun banyak sebab yang mendorong pegawai melakukan perbuatan ini, beberapa pegawai mencuri karena mereka putus asa atas perlakuan organisasi yang dipandang tidak adil. Menurut  pegawai, tindakan itu dapat dibenarkan sebagai cara membalas perlakuan tidak sehat yang mereka terima dari penyelia.

Profil Karyawan yang Puas

Kepuasan kerja berkaitan dengan jumlah variabel yang memungkinkan para manajer untuk memperkirakan kelompok yamh lebih cenderung mengalami lasalah ketidakpuasan. Sebagian variabel itu adalah variabel pegawai, yang lain variabel linkungan kerja.

Usia. Ketika para karyawan bertambah lanjut usianya, mereka cenderung sedikit lebih puas dengan pekerjaannya. Ada sejumlah alasan mengenai hal ini, sepertisemakin rendahnya harapan dan penyesuaian yang lebih baik dengan situasi itu. Sebaliknya, karyawan yang lebih muda cenderung kurang puas karena berpengharapan lebih tinggi, kurang penyesuaian, dan berbagai sebab lain.

Tingkat pekerjaan. Orang-orang tingkat pekerjaan lebih tinggi cenderung merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka. Mereka biasanya memperoleh gaji dan kondisi kerja lebih baik, dan pekerjaan yang dilakukan memberi peluang untuk menggunakan kemampuan mereka sepenunhnya, oleh karena itu, mereka memiliki alasan yang baik untuk merasa lebih puas.

Ukuran organisasi. Ukuran organisasi seringkali berlawanan dengan kepuasan kerja, istilah “ukuran organisasi” lebih mengacu pada ukuran unit operasioanal, seperti pabrik cabang, ketimbang pada perusahaan secara menyeluruh atau unit pemerintahan. Pada saat organisasi semakin membesar, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja cenderung agak menurun apabila tidak diambil tindakan perbaikan untuk mengimbangi kecenderungan itu. Tanpa adanya tindakan itu, organisasi besar cenderung kurang memperhatikan aspek manusia dan mengganggu proses supportif, seperti komunikasi, koordinasi, dan partisipasi.

 

PENELAAH KEPUASAN KERJA

Para manajer memerlukan informasi kepuasan kerja untuk mengambil keputusan yang baik, baik dalam upaya mencegah maupun dalam menanggulangi berbagai masalah pegawai. Metode yang umumnya diterapkan adalah survei kepuasan kerja, yang juga dikenal sebagai survei moral, opini, sikap, iklim, atau kualitas kehidupan kerja. Survei kepuasan kerja adalah prosedur yang diterapkan untuk menghimpun perasaan pegawai tentang pekerjaan dan lingkungan kerja mereka.

Survei Kepuasan Manajer

Survei kepuasan manajer sama pentingnya dengan survei kepuasan pegawai. Para manajer juga memiliki kebutuhan manusiawi, sama halnya dengan orang lain. Apabila mereka tidak puas, ketidakpuasan mereka dapat menyebar ke seluruh departemen karena pengaruh manajemen mereka yang luas. Survei kepuasan kerja perlu dilakukan untuk mendiagnosis ketidakpuasan di kalangan manajer dan untuk mengambil langkah-langkah perbaikan.

Maslahat Telaah Kepuasan Kerja

Survei kepuasan kerja dapat membuahkan hasil positif, netral, atau negatif. Apabila direncanakan dan dilakukan dengan baik, survei ini biasanya akan menghasilkan sejumlah maslahat yang penting, seperti kepuasan kerja umum, komunikasi, membaiknya sikap, kebutuhan pelatihan (training needs), maslahat bagi serikat pekerja, dan perencanaan dan pemantauan perubahan.

 

KONSEKUENSI-KONSEKUENSI KEPUASAN DAN KETIDAKPUASAN KERJA

Banyak ilmuan perilaku yang telah melakukan studi terhadap kepuasan kerja, karena mereka percaya bahwa kualitas pengalaman kerja mempunyai implikasi penting terhadap kesehatan mental serta penyesuaian psikologis seseorang. Alasan yang kedua adalah kepuasan kerja mempunyainkonsekuensi-komsekuensi baiknlangsung maupun tidak langsung terhadap efektivitas organisasi. Kebanyakan riset terhadap sikap kerja telah mencerminkan perhatian yang lebih besar terhadap efektivitas organisasi ketimbang kesejahteraan anggota.

Kepuasan dan Pelaksanaan Kerja

Para pekerja yang terpuaskan akan lebih termotivir dan karena itu lebih produktiv dibanding dengan para pekerja yang tidak puas. Jika benar, asumsi ini akan meyatakan bahwa suatu organisasi dapat mengembangkan produktivitas dengan menciptakan kondisi-kondisi kerja yang menyenangkan, upah yang wajar, pengawasan yang bijaksana serta jenis-jenis hasil yang diberikan dalam jumlah yang memadai.

Tinjauan kembali literatur penelitian oleh Brayfield dan Crokett (1955) dan oleh Vroom (1964) menemukan bahwa kepuasan dan pelaksanaan kerja tidak mempunyai hubungan yang kuat satu sama lain dalam model yang sederhana. Dalam mayoritas studi, terhadap hubungan yang positif, tetapi besarnya hubungan biasanya sangat kecil. Jadi asumsi bahwa kepuasan kerja akan membawa pelaksanaan kerja yang tinggi tidak dapat dibenarkan. Menurut model Lawler dan Porter (1967), pelaksanaaan kerja mengakibatkan timbulnya kepuasan dibanding dengan cara lain yang sebaliknya. Pekerja yang pelaksanaan kerjanya tinggi akan menerima ganjaran lebih banyak dibanding para pekerja yang pelaksanaan kerjanya rata-rata atau lebih rendah. Sepanjang ganjaran-ganjaran ekstrinsik ini dianggap adil, maka pekerja yang tinggi pelaksanaan kerjanya cenderung lebih terpuaskan.

 

MENGEMBANGKAN KEPUASAN PEKERJA

Jika seorang atu sekelompok pekerja merasa tidak puas lankah pertama untuk mengembangkan kepuasan yang seharusnya dilakukan adalah menentukan penyebab-penyabab ketidakpuasan. Terdapat banyak penyebab, seperti: pengawasan yang lemah, kondisi-kondisi kerja yang lemah, kurangnya keamanan kerja, kompensasi yang tidak adil, kurangnya kesempatan untuk maju, konflik pribadi diantaara pekerja, atau kurangnya kesempatan untuk memenuhi urutan kebutuhan yang lebih tinggi. Suatu pendekatan yang dnamakn non directive counseling kadang-kadang efektif untuk menangani pekrja secara individual yang merasa kesal terhadap sesuatu. Pengawas sehaarusnya mengawali berusaha mengajak pekerja membicarakan tentang apa yang menjadi keluhannya. Pengawas seharusnya berhati-hati dengan menghindarkan penelaahan masalahnya atau memberikan saran pemecahannya pada waktu yang bersangkutan, karena mungkin saja pekrja tersebut memandang tindakan itu sebagai kritik terhadapnya. Malahan pengawas seharusnya mendorong pekerja untuk mendiagnosis masalahnya dan menyarankan sejumlah pemecahan.

Penyambuhan Terhadap Ketidakpuasan

Satu pendekatan diantara pemecahan masalah terhadap ketidakpuasan adalah mengadakan perubahan-perubahan dalam kondisi kerja, pengawasan, kompensasi atau rancangan pekerjaan, yang tentunya tergantung pada faktor pekerjaan mana yang menjadi penyebab ketidakpuasan kerja. Pendekatan kedua, memindahkan pekerja ke pekerjaan yang lainuntuk mendapatkan pasangan yang lebih baik antara karakteristik pekerja dengan karakteristik pekerjaannya. Pendekatan ketiga, termasuk suatu usaha untuk mengubah persepsi atau harapan dari pekerja yang tidak puas. Pendekatan ini cocok bila para pekerja memiliki kesalahan konsepsi yang didasarkan pada informasi yang tidak memadahi atau tidak benar.

Tindakan-Tindakan Pencegahan

Program pengelolaan upah yang dilakukan dengan baik akan membantu menghindarkan jenis-jenis masalah ketidakadilan. Seleksi yang sistematik dan program-program latihan akan membantu menciptakan pasangan yang tepat antara tuntutan pekerjaan dengan karakteristik pekerja. Sosialisasi dan orientasi yang tepat akan lebih penting bagi pekreja baru yang direkrut.


Tinggalkan komentar

Kategori